Kamis, 05 Desember 2013

Sepucuk Surat dari Soe Hok Gie dan idealisme


Soe hok gie adalah salah satu tokoh pergerakan pemuda pada tahun 1960-an. Dia juga merupakan seorang penulis dan juga seorang pencinta alam. Bagi saya, dia merupakan salah satu tokoh idealis, yang teguh memegang prinsip-prinsip yang diyakininya, walupun konsekuensinya sampai ditinggalkan teman-temannya. Hal ini disampaikan melalui surat yg ditulis olehnya kepada temannya, Riandi, tertanggal 10 Oktober 1967.

Begini isi suratnya yang saya ambil dari buku “Soe Hok Gie…sekali lagi” pada hal.337

“ Muchtar Lubis bilang pada saya, bahwa kalau seseorang memilih jalan jujur, hidupnya akan berat sekali. Dia akan kesepian, dijauhi kawan dan dibenci banyak orang. Mungkin sampai kita mati, kita akan terus seperti ini.Beranikah kita berdiri sendiri? Kalau kita berani, majulah menuju dataran yg sepi dan kering. Tapi di sana ada kejujuran. Terus terang saja, kadang-kadang saya takut sekali. Tapi selama saya bisa mengatasi ketakutan, saya akan maju terus.Sampai akhirnya saya patah. Kadang-kadang saya bertanya, mengapa saya dilahirkan sebagai orang keras kepala dan sombong?”

Saat membaca surat tersebut, banyak paradoks yang muncul di kepala saya. Apa benar kalau kita hidup jujur, memegang teguh prinsip2 hidup yg baik , yg universal sesuai hati manusia, hidup kita akan berat. Bukankah kalau seperti ini yang akan mendukung langsung kita adalah Tuhan dan seluruh alam semesta?

Namun, soe hok gie pasti mempunyai alasan kenapa dia menulis surat seperti itu, mungkin sesuai pengalaman hidupnya. Tiap tulisan, pendapat, pasti memiliki keabsahannya masing-masing tergantung konteksnya, bisa jadi mengandung kebenaran juga. Dan kalau dipikir lagi, ternyata banyak contohnya dalam kehidupan sehari-hari kita sekarang, seorang yang jujur dan idealis, namun tidak disenangi orang.

Kita ambil contoh dalam kehidupan seorang akademisi sehari-hari, yaitu contek mencontek. Dalam hal ini contek mencontek saat ujian. Jujur, saya pun kadang melakukan ini pada waktu  masa sekolah atau kuliah, sampai sekarang. Makanya , di sini saya Cuma mau menuangkan uneg-uneg, sampah-sampah pikiran yg ada di kepala saya, biar tidak lupa.bukan untuk sok2 menasehati.

Oke, jadi ngaku sajalah kita selama sekolah dan kuliah pasti sering contek mencontek saat ujian. Atau okelah kita tidak mencontek, tapi kita sering memberikan jawaban, tidak saling mengingatkan dan saling melindungi.

Tapi ayolah, kita pasti tau ini tidak benar, ya kan, dan alasannya pasti kita juga sudah tau. Waktu kecil pun, di SD pada saat jaman saya dulu( ga tau kalo sekarang) kadang saya dan teman masih takut nyontek  saat ujian walaupun tidak diawasi guru. Pertanyaannya, mengapa sekarang (saat sma atau kuliah) kita menganggap menyontek itu seperti hal yg biasa saja, hal yg lumrah, makanan sehari-hari, padahal kita tahu itu salah, kenapa?

Jawabannya yg pertama, ya mungkin karena dibiasakan, kedua, karena kita terbiasa berpikir kalau banyak orang yang melakukannya, maka hal itu adalah hal yang wajar, padahal yang dilakukan kebanyakan orang belum tentu benar.dan yag ketiga , karena kita tidak mengingatkan satu sama lain.

Mengenai point ketiga yang diatas, mereka yg berani mengingatkan,menurut saya , merekalah orang-orang idealis yang memegang teguh prinsip kebenaran dalam hal sekecil apapun. Salah ya salah, benar ya benar.Tapi sudah sangat jarang kita menemukan orang yag berani radikal seperti itu. bagaimana tidak, kalau ketika dia mengingatkan dia harus siap dicibir, dijauhi, ya ga sih?pada jaman sekarang,gimana perasaan kita kalau ada temen yg menegur kita mencontek, atau misalnya ga memberikan jawaban saat ujian, mungkin jawabannya seperti ini,“aaah , ga asiik lo” atau “sok-sok-an banget lo”,”pelit lo”, yah walaupun ga diucapkan, mungkin dalam hati kita sering terbesit pikiran seperti itu.

Tapi ayolah, kita butuh orang-orang idealis, apalagi di jaman seperti sekarang ini, kita butuh orang yg memiliki pemahaman yg benar, dan berani mengingatkan satu sama lain.

Karena begini, sedikit banyak kelakuan kita selama ini pasti dari kecil sampai sekarang, mendapat pengaruh dari orang lain, mendapat stimulus dari orang lain, sadar tidak sadar kita menjadikan model orang2 di sekitar kita sebagai karakter kita. Contohnya waktu kita kecil, model utama kita adalah orang tua kita. Pemikiran kita pun begitu, sadar tidak sadar pasti meniru dan mencontek pemikiran dari literatur2 yg pernah kita baca, oleh karena itu pula kita harus menyebutkan sumber  referensi dalam suatu karya .

Nah sekarang coba bayangkan yg terjadi kalau di sekeliling kita tidak ada orang yg idealis? Tidak ada orang yg memiliki pemahaman yg benar dan tidak saling mengingatkan. Bayangkan yang ada kita hanya dikelilingi oleh  kebanyakan orang2 yang bermaksud baik namun ternyata salah. Kita kehabisan teladan.Satu orang idealis melawan banyak orang yg memiliki pemahaman yg kurang benar. Apa yang akan terjadi?

Menurut pemahaman saya yg terbatas, yang akan terjadi adalah kita jadi tidak bisa membedakan dan merasakan mana hal-hal yg baik dan mana hal-hal yang salah, padahal logika tau.Yang salah dianggap biasa-biasa saja. Nilai-nilai kebenaran semakin tidak jelas. Dan akibatnya, pemahaman kita ini terwariskan oleh generasi2 di bawah kita, karena sadar tidak sadar , kita adalah model bagi generasi di bawah kita, dan sadar tidak sadar, kita juga pasti meniru dan meneladani generasi di atas kita. Karena itu , keberadaan orang-orang idealis ini sangatlah penting, tapi tentu saja, idealis di sini orang2 yg memiliki nilai2 kebenaran yang universal, sesuai hati manusia.Bukan idealis menurut pemikirannya sendiri.


Alasan lainnya,Saya yakin kebanyakan orang pasti baik, niatnya baik, namun belum tentu benar. Karen a itu , jangan langsung mencibir orang2 yg kelihatannya sok menasehati, karena boleh jadi dalam kata2nya mengandung kebenaran.Kita butuh orang2 yg selalu memberikan teladan baik. Kita butuh orang idealis. Kalau kata bang tere liye begini "kalau kita tidak bisa ikut golongan yg memperbaiki, minimal jgn ikut golongan yg merusak".minimal ga usah mencibir orang2 yg selalu mengingatkan dalam kebenaran. Terima aja kalau dirasa kita memang salah.

Dan untuk orang2 yg lebih tua, lebih paham, memang tugasnya untuk mengingatkan,sayangnya saya sering mendapatkan tren pembicaraan ini di sekitar saya, “ah, anak2 jaman sekarang payahh, manja2, beda dengan jaman kita dulu”, mungkin memang benar,tapi jangan sampai kita merasa lebih baik karena hal itu,ayolah kita coba berpikir, kita yg lebih tua juga turut andil dalam memberikan hal2 yg kita sebut tidak baik itu kepada generasi di bawah kita, agama pun mengajarkan kita untuk tidak merendahkan suatu golongan, karena boleh jadi, yg kita rendahkan itu lebih baik daripada kita.

Mengenai hal-hal yg sudah dituliskan di atas, saya takut akan beberapa hal. Saya takut saya tidak bisa membedakan mana hal2 yg benar dan hal2 yg mana yg salah, saya takut mengira saya sudah berbuat baik, namun salah di mata Tuhan. Saya takut memberikan efek2 yang tidak baik, memberikan teladan yg tidak baik kepada adik2 saya, saya takut ditanya Tuhan “kenapa kamu apatis , padahal kamu paham”?

Dan sayangya, seringnya, hal2 yg saya takutkan , justru itu yg terjadi, jujur dan maaf kalau soal menyontek di atas, saya sama aja, masih sering, masih menganggap itu hal yg lumrah , hal yg biasa, apalagi kalau soal kepedulian, mana ada, saya masih apatis banget,masih egois, masih munafik,masih sering memikirkan diri sendiri, susah sekali tcooy menjadi orang2 idealis,jadi please banget, tolong banget, selalu ingatkan saya juga dalam hal2 yg benar.makasih

Bagi yang mau tau info dan rating bukunya :https://www.goodreads.com/book/show/7299756-soe-hok-gie-sekali-lagi

Firman Fakhri
5 Desember 2013



0 comments:

Posting Komentar

© Free Like a Swallow 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis