Minggu, 20 September 2015

To Be dan To Have

Di era industri modern seperti jaman ini , pendidikan formal, lingkungan sekitar, entah mengapa kadang membentuk pikiran saya untuk ingin selalu memikirkan dua hal ini, yaitu  “to be”( menjadi sesuatu) dan juga “to have” (memiliki sesuatu). Namun mungkin perlu kita rekonstruksi ulang kedua hal tersebut agar kita memiliki pemahaman yang lebih presisi.

Ingin menjadi sesuatu misalnya, kebanyakan dari kita, orang indonesia(termasuk pun saya) ingin menjadi atau bercita-cita menjadi sesuatu agar kita mendapatkan sesuatu yang lain. Misal kita ingin jadi dokter, pejabat,pengusaha, menteri , kita ingin menjadi sesuatu tersebut bukan karena aktivitas yang ada di dalamnya, melainkan karena pekerjaan-pekerjaan tersebut dipandang sebagai pekerjaan yang cepat menghasilkan banyak uang.

Jadi, modus sebenarnya dari kebanyakan cita-cita kita adalah uang, aktivitasnya itu nomor dua. Hal semacam ini pun sebenarnya sama pada waktu kita duduk di bangku kuliah. Yang utama adalah nilai, ilmu itu nomor dua. Saya jadi ingat pesan dosen saya dulu ketika pertama kali awal masuk kuliah, “tdk ush mikirin nilai dek, yang penting kamu belajar sungguh-sungguh, serap ilmunya, nanti nilai akan mengikuti dengan sendirinya”. Nilai saya sendiri pun jelek ketika kuliah karena salah satunya saya mendengarkan pesan beliau namun tak saya pahami lebih mendalam.

Namun bukankah pesan dari dosen saya tersebut ini bisa kita analogikan dalam hal mencari uang.Seperti nasihat yang saya kutip dari seorang guru berikut ini :

“Tak usah memikirkan “to be” dan “to have” nya, pastikan saja aktivititas yang ada di dalamnya kamu kerjakan dengan sungguh-sungguh, tidak mubazir dan malas,niatkan untuk memudahkan urusan orang dalam hal yang baik, dan pastikan juga kamu senang melakukan aktivitas tersebut, maka, uang pun akan datang dengan sendirinya, bahkan mungkin lebih banyak daripada jika pikiranmu hanya dihabiskan bagaimana mendapat uang yang banyak”.

Jadi, uang (“to have”) adalah konsekuensi logis yang kita dapatkan dari kita kebermanfaatan yang kita berikan, dari rasa percaya orang kepada kita. Begitu juga dengan “to be”.

Beberapa pendapat di atas adalah asumsi kalau kita berprasangka buruk,kalau mau berprasangka baik, mungkin masih buaanyak orang yang tulus bekerja simply karena itu adalah ladang ibadah terbaik. Tapi kan kadang menurut  saya kita harus bernai menilai diri sendiri apa adanya, agar jikalau pemahaman kita ini salah, jangan sampai pemahaman ini kita sampaikan ke adik-adik kita secara sadar maupun tak sadar. Soalnya,jujur, kalau terlalu memikirkan “to be” dan “ to have” kadang jadi stress sendiri..

Ditulis Pada 30 Agustus 2015

0 comments:

Posting Komentar

© Free Like a Swallow 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis