Senin, 10 November 2014

BLUSUKAN

Kalau saya beli baju mungkin saya akan lebih puas kalau beli sendiri dibandingkan kalau saya nitip dibelikan,soalnya meminimalisir kalo misalnya bajunya tidak pas untuk saya karena ukurannya kebesaran atau kekecilan, atau modelnya saya kurang suka. Walaupun kalo dibelikan tidak menutup kemungkinan bahwa bajunya cocok untuk saya. Tapi dengan memilah milih sendiri rasanya lebih puas dan lebih objektif saja.

Hal yang sama mungkin berlaku untuk “blusukan” untuk pejabat, bahkan untuk pejabat setingkat menteri. Kalo ngeliat sisi positifnya dengan melakukan “blusukan”, pejabat bisa melihat kondisi real permasalahannya di lapangan seperti apa, dengan begitu “feel” pengambilan keputusannya akan lebih terasa dan mungkin akan lebih objektif. Dibandingkan jika si pejabat hanya terbiasa menerima laporan dari staffnya, bisa jadi ia diperdaya oleh staffnya atau bisa jadi staffnya lengah. Tugas blusukan Saya rasa, sekali-kali tak apalah , bahkan  mungkin harus, untuk  pejabat melakukan blusukan  namun dengan porsi yang tepat.

Soal pejabat tersebut melakukan pencitraan atau apalah katanya, saya ga tau. Temen saya pernah bilang, soal pencitraan ,liat caranya dulu. Jadi, kalau misalnya dia blusukan,lalu saat blusukan dia memanggil wartawan untuk meliput kegiatannya. Nah baru kita bisa berasumsi, mungkin dia melakukan blusukan, sengaja memanggil wartawan, agar bisa memberi kesan baik pada rakyat. Namun kita juga hanya bisa berasumsi, karena dalam kasus dugaan korupsi sekalipun misalnya, selama tak ada bukti kuat yang menunjukkan dia korupsi, kita harus menggunakan asas praduga tak bersalah untuk menghormati si individu tadi, apalagi dalam kasus tuduhan pencitraan karena blusukan, apa bukti kuatnya

Pencitraan itu kan definisi simplenya, riya ,melakukan sesuatu lebih karena ingin dipuji orang, bukan karena azas. Perasaan ingin dipuji itu kan dalam hati, dan saya rasa sih bukti kuat kalau dia melakukan pencitraan atau tidak, itu ya harus melihat ke dalam hatinya. Tapi gimana caranya coba, yang tau mungkin hanya dia sendiri dan Tuhan. Karena itu mungkin tak elok kalau kita memberikan label “pencitraan” pada seseorang hanya karena dia “blusukan” misalnya. Toh kalaupun dia memang melakukan pencitraan, itu urusan dia sendiri, bodo amat, seharusnya sih yang harus dilihat hasil kerjanya nanti, apakah rakyat lebih sejahtera atau tidak.

Maaf yak kalo sotoy haha, mau ngingetin aja sih, agar lebih hati-hati klo ngasih “label” atau ngatain seseorang “pencitraan” di social media, karena pertama belum tentu bener.kedua,karena walaupun sekarang sudah banyak orang yg kritis, tapi kemungkinan masih ada juga orang yang terpengaruh hanya karena satu dua kalimat yang kita lontarkan di social media. Misal si A terpengaruh dan percaya bahwa si pejabat itu pencitraan, Si A menyebarkan hal ini juga di soc mednya, kena si B, si B nyebar lgi di socmednya, terus aja.Ya,Saya juga kdang gmpang terpengaruh soalnya bwahaha, jadi ini nulis buat ngingetin diri sndiri juga

Gitu aja deh, oh ya jangan lupa please Correct Me jika ada salah-salah

 November 2014

*ditulis saat sedang rame di social media ,kasus “mau muntah ngeliat menteri blusukan”

0 comments:

Posting Komentar

© Free Like a Swallow 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis