Kamis, 26 Februari 2015

Untitled 2

Bertemu di sudut pusat kota
Pria dan wanita
Mata saling memandang
Menunduk malu setelah itu
Siapakah gerangan dirinya, ingat-ingat sang Pria
Akankah dia lupa padaku, pikir sang wanita
Mencoba menelusuri kenangan
Mereka hanyut dalam lautan waktu

Untitled

Biasa saja, pertama kali melihatnya

Tapi jangan remehkan wanita yang satu ini

Karena dengan senyumnya

Ia bisa membuat siapapun jatuh hati

Tak bisa diungkapkan dengan kata-kata

Ketika melihatnya wajahnya berseri-seri

Tak tau milik siapa hatinya

Yang kutau , kutuliskan kalimat-kalimat ini

Hanya untuk dirinya

 

Malam menuju Karimun Jawa

Ketika senja berlalu
Malam menunjukkan mukanya
Tak ada yang lebih kutunggu
Selain bintang berhamparan di langitnya
Pada perjalanan di lautan samudra
Di atas kapal nelayan
Menuju Karimun Jawa

Jumat, 06 Februari 2015

Gentleman

Hai, aku manusia, sama seperti kau. Aku masih muda dan ku pikir, aku termasuk golongan kelas menengah, tidak miskin  dan juga tidak kaya. Tidak pernah kekurangan makan, tempat tinggal cukup nyaman, pakaian pun aku punya banyak , dan kurasa cukup bagus dan indah. Pendidikanku cukup bergengsi, aku bisa menempuh sampai tingkat perguruan tinggi di Universitas  yang cukup ternama.

Namun aku menjadi kaum kelas menengah bukan karena diriku sendiri, kupikir. Hal tersebut hanya karena konsekuensi dari orang tuaku yang melahirkanku dan merawatku. Aku belum apa-apa, pendidikan, pakaian, tempa tinggal, makan, semuanya dari orang tuaku, aku masih belum berdiri tegak di atas kakiku sendiri. Tanpa orangtua aku bukanlah apa-apa.

Sebagai kaum kelas menengah, tentunya aku punya banyak keinginan. Aku ingin pendidikan yang bergengsi, dengan gelar yang terpandang, ingin punya rumah, pakaian, dan kendaraan yang bagus. Ingin punya istri cantik , anak-anak yang baik, jalan-jalan rutin ke luar negeri, ingin punya uang banyak untuk menunjang hobi. Suatu hal yang lumrah dari manusia yang tak pernah puas.

Tapi sebagai seorang terpelajar dan harusnya bisa berpikir jernih karena konsekuensi  situasi kelas menengah yang kudapat, aku rasa aku brengsek kalau hidupku hanya sebatas memenuhi apa yang menjadi keinginan pribadiku. Sangat lumrah mempunyai keinginan, namun aku mulai berpikir bahwa ada situasi dan kondisi di mana seseorang sebaiknya meletakkan apa-apa yang dia harus melakukannya di atas apa-apa yang menjadi keinginan pribadinya. Tentu saja atas dasar kemanusiaan, empati dan tenggang rasa, dan nilai-nilai baik lainnya.

Di Negeriku, banyak contoh orang hebat seperti itu. Para pejuang kemerdekaan negaraku yang ikut terjun dalam perang melawan kompeni adalah contoh yang bagus. Aku rasa tak ada orang yang suka perang, karena banyak nyawa yang  akan melayang. Namun mereka tetap ikut berperang, walau nyawa taruhannya, karena harus,atas dasar kemanusiaan. Gubernur Ibukota Negeriku saat ini  aku rasa juga contoh yang bagus. Dari cerita yang ku baca, dia pengusaha yang cukup sukses. Namun, dia memilih repot-repot terjun ke politik,karena harus, atas dasar keadilan dan kepentingan membela yang benar.

Nagasawa, salah satu tokoh dalam Novel  Norwegian Wood karya Murakami pernah bilang, “ A gentleman is someone who does not what he wants to do but what he should do”.  Aku rasa aku setuju dengan hal ini. Aku rasa hebat kalau kita kaum menengah dan terpelajar ini meletakkan apa-apa yang harus dilakukan di atas keinginan pribadi, tentu saja lebih keren lagi menurutku kalau dua-duanya imbang.

Aku kenal beberapa temanku saat kuliah yang bisa kubilang mereka gentleman. Seperti temanku yang aku tahu dia salah jurusan, namun tidak mengeluh dan tetap bisa berprestasi. Atau beberapa teman-teman di organisasiku saat jaman kuliah dulu, walaupun kegiatan organisasiku sangat padat, di tambah kuliah yang juga padat, tapi dua-duanya tetap  dilaksanakan.

Apakah aku seperti itu juga? Dalam ingatanku mengenai keseharianku, nampaknya belum. Namun sebagai konsekuensi dari aku yang lahir dari kaum menengah  dan sebagai seorang terpelajar,juga seorang manusia, juga aku tak mau jadi orang brengsek yang hanya memikirkan keinginan pribadi, aku rasa aku harus belajar menjadi seperti itu, seperti yang disebut oleh nagasawa..., a gentleman  

Bandung, Februari 2015

Minggu, 01 Februari 2015

Belajar dari Om Einstein..

Nasehat  yang datang dari pengalaman seseorang – atau biasa kita sebut hikmah- bukan untuk kita abaikan, apalagi nasehat dari seorang berpengalaman  yang berilmu, tentu saja tak boleh kita lewatkan. Seseorang yang saya maksud kali ini adalah Albert Einstein, salah seorang ilmuwan yang paling terkemuka abad 20. Salah satu isi nasehatnya adalah “ Hanya orang gila yang berharap hasil yang berbeda dengan cara yang sama”.

Gila dalam hal ini bukanlah makna secara denotatif( arti sebenarnya), tapi lebih ke makna konotatif (makna kiasan) atau suatu sindiran. Dan baru kusadari, aku pun pernah menjadi bagian dari orang gila yang disebut Om Einstein, terlelap dalam mimpi padahal aku bangun, baru kuketahui itu namanya angan-angan. 

Sekarang begini, misal kita bete sama hidup kita , kita ingin hidup yang lebih baik. Kalau mau ngikutin nasehat Om einstein , kita harus mengubah cara-cara kita dalam hidup kalau mau hasilnya berbeda.

Lalu cara yang seperti apa dan bagaimana? Nah untuk itulah kita harus berpikir, karena segala cara, tindakan dimulai dari alam pikiran. Hal tersebut mungkin relevan dengan nasehat Einstein yang kedua, yaitu “ Suatu masalah tak akan bisa diselesaikan dengan tingkat pemikiran yang sama ketika masalah itu terjadi”. Jadi, kita harus pikirkan dulu bagaimana cara-cara yang menghasilkan hasil yang berbeda.

Maka dari itu,melihat Indonesia sekarang, kalau pemilihan Menteri, pimpinan suatu lembaga penegak hukum, dan pejabat lainnya masih kental dengan bagi-bagi kursi dan tekanan dari sesama golongan tanpa mempertimbangkan azas-masih sama caranya dengan yang dulu-dulu- yah jangan harap hasil yang diinginkan berbeda ( read : kabinet dan semua lembaga negara yang bersih dari kepentingan golongan).

Eits , jangan merasa lebih baik dulu, ingat kata Om sudjiwo tedjo, dosa terbesar para koruptor adalah membuat kita-kita ini yang nonton mereka di TV jadi merasa suci. Jadi, mari kita ngaca dulu biar ganteng dan cantik.

Klise sih, tapi pasti kita semua yang muda-muda ini udah pada tau kalau mau menggapai cita-cita harus kerja keras, disiplin, komitmen, syukur, dan sabar. Buku-buku Self Help juga isinya intinya berkisar antara hal itu. Tapi ternyata kelakuan kita masih sama-sama aja. Masih kebanyakan main gadget, kebanyakan tidur, dll. Kan sama saja, kita tunduk pada sesuatu yang sebenarnya tidak pada tempatnya kalau berlebihan , daripada sesuatu yang pada tempatnya (komitmen, disiplin, kerja keras,keadilan, dll). Gimana mau mendapat sesuatu yang berbeda?

Dengan kata lain di ruang lingkup yang lebih kecil kita sama saja kan?

Yah, kalo Om einstein masih hidup, mungkin dia akan bergumam dalam hati melihat kelakuan kebanyakan kita “ dasar wong sinting (gila)”

Tangerang, Januari 2015

*Curiga , jangan –jangan Einstein bisa begitu pintar , karena menerapkan cara-cara belajar yang berbeda yang sangat efektif dari kebanyakan kita, haha



© Free Like a Swallow 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis