Apa-apa yang ditawarkan Allah kepada manusia memang penuh
dengan kasih sayang, kelembutan, dan mungkin juga kompromi. Salah satu
contohnya pada QS Ibrahim ayat 7 yang bunyinya mungkin sering kita
dengar, “lainsyakartumlaadziidannakum walainkafartuminnaa’zaabilasya diid”. Terjemahannya ,”Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Dalam ayat tersebut ada dua pernyataan
Pernyataan Pertama : jika kamu bersyukur, maka pasti kami akan menambah nikmat kepadamu
Nah,
yang menarik ada di pernyataan yang kedua, kalau memakai irama
pernyataan yang pertama (jika kamu begini, maka kamu akan begitu),
seharusnya pernyataan kedua berbunyi “jika kamu mengingkari(nikmat-Ku),
maka kami akan meng azabmu”. Tapi kalau kita lihat bunyi pernyataan
kedua tidaklah seperti itu, melainkan seperti ini
Pernyataan Kedua : jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih
Perbedaannya?
Kalau dalam pernyataan pertama, jelas ada hubungan sebab akibat,
sebabnya bersyukur, akibatnya nikmatnya akan ditambah. Pernyataan
pertama juga terdapat kata kerja, “kami akan menambah”, artinya ada hal
yang akan dilakukan Allah jika kamu berbuat begini. Saya menyebutnya,
ada konsekuensi langsung/otomatis.
Kalau dalam pernyataan
kedua mungkin sama sekali tak ada konsekuensi langsung, tak ada hubungan
sebab akibat langsung, dan sama sekali tak ada kata kerja seperti
pernyataan pertama.Tak ada kalimat “maka kami akan”,yang ada adalah
kalimat “maka sesungguhnya”. Jadi,mungkin dalam pernyataan kedua,yang
ada hanyalah suatu peringatan dini “Kalau kamu kufur nikmat, ingat lho
sesungguhnya azab ku pedih”.
Lalu mengapa seperti itu? Ya
itu, karena Allah Maha Pengasih, Maha kompromi kepada hambanya. Kalau
kita bersyukur, pasti langsung otomatis ditambah nikmatnya, tapi kalau
kita kufur nikmat,mungkin tidak otomatis langsung diazab. Tapi diberi
kesempatan dulu untuk introspeksi, evaluasi, dan bertobat. Kalau
dipikir-pikir, kalau memang benar seperti itu, enak banget ya??
*note
: diambil dari sebuah majlis ilmu, saya tulis ulang kembali, banyak
memakai kalimat “mungkin”, karena hanya tafsir, belum tentu benar.
Ditulis Pada 17 September 2015