Tulisan ini terbagi dalam dua asumsi , prasngka buruk dan prasangka baik
Kalau mau berprasangka buruk....
Kalau ada argumen bahwa pemimpin-pemimpin produk pilkada langsung banyak yang korupsi, mungkin ada benarnya, faktanya pun ada yang seperti itu, namun kalau ini dijadikan alasan untuk mengganti pilkada langsung dengan pilkada oleh DPRD, mungkin kurang tepat. Harus diingat , bahwa anggota DPRD itu juga adalah hasil produk dari pilkada langsung, kalau berargumen bahwa pilkada langsung itu bakal memproduksi pemimpin yang korup, lantas kenapa harus percaya anggota DPRD – yang juga hasil pilkada langsung- bakal memilih pemimpin yang bersih?, kenapa tidak sekalian saja anggota DPRD itu dipilih oleh partai
Ada juga argumen seperti ini,” pilkada langsung keputusannya diambil berdasarkan suara terbanyak, namun suara terbanyak bukanlah suara Tuhan, suara terbanyak belum pasti benar”. Ya, setuju, memang seperti itu, suara orang berpendidikan -yg tiap hari makan enak dan bergizi, banyak akses informasi- mungkin berbeda dengan suara orang yg tidak berpendidikan, yang tiap hari harus memikirkan mau makan apa, yang tidak mempunyai akses informasi yang bagus, yang gampang dibohongi oleh politik uang.
Yah begitulah realitas pilkada langsung, namun apakah pemilihan pilkada oleh DPRD lebih baik? Sistem pengambilan keputusan jika pemilihan kepala daerah melalui DPRD mungkin melaui musyawarah mufakat, semua ide terbaik ditampung, didiskusikan. Namun masalah mulai muncul ketika tidak mencapai kata mufakat, solusinya adalah voting. Dan Voting, sama dengan pilkada langsung,suara terbanyaklah yang menang. Mungkin ini memang memakan lebih sedikit biaya daripada pilkada langsung.
Namun kalau kita melihat realitasnya, saat ini kubu politik terbelah menjadi dua, kubu KMP dan kubu Jokowi, apa yang bisa menjamin hasil voting tetap berpihak kepada rakyat, dan tidak terintervensi sedikitpun oleh kepentingan kedua kubu, apalagi kalau sistem votingnya secara terbuka, kalau ada misal ada anggota yang mem-vote bersebarangan dengan kubu partainya, bisa –bisa kena sanksi dari partai, kecuali anggotanya benar-benar idealis memegang prinsip dan tak takut dikeluarkan apabila berseberangan dengan keinginan partai.Mungkin seperti Ahok contohnya,tapi berapa banyak sih orang yangseperti pak Ahok?
Namun, kalau mau berprasangka baik....,
Pilkada lewat DPRD mungkin memang lebih baik, lebih memakan sedikit biaya, anggarannya pun bisa dialokasikan untuk hal lain, pendidikan atau bayar hutang misalnya. Pilkada lewat DPRD mungkin memang lebih baik, daripada pilkada langsung yang kadang kami pun tak tau dan malas mencari tau rekam jejak calon-calonnya, asal sebagian besar anggota DPRD nya pun bisa mengambil keputusan memilih pemimpin dengan jernih karena memang pemimpin itu layak dipilih,bukan karena politik uang. Para calonnya pun tak harus repot-repot keluar modal untuk kampanye kepada rakyat .Kalau memang pilkada DPRD lebih baik demi kepentingan rakyat, mungkin bisa beri kami bukti dengan memberi contoh yang baik, bersikap sederhana, tidak bermegah-megahan, dan juga tidak korupsi. Mengenai korupsi, mungkin bisa ambil hati kami dengan berani menerapkan UU pembuktian harta terbalik.
Yah ,kalau nanti MK tetap mengesahkan pemilihan lewat DPRD, mudah-mudahan bapak-bapak bisa memberi contoh yang baik seperti yang sudah dituliskan di atas. Karena sebenarnya pun tak ada yg salah dengan hal itu.., apalagi kalau misalnya nanti terbukti ada korelasi antara menurunnya tingkat korupsi dengan pemilihan kepala daerah lewat DPRD, saya pun tak tau, karena saya bukan pemain di lapangan, saya hanya pengamat. Mungkin hanya waktu yg bisa menjawab
Ini hanya curhatan seorang pengamat amatiran yang tau beritanya lewat media massa,koran, social media , dll, bukan praktisi langsung. Jadi jangan terlalu diambil serius dan jangan terlalu dipercaya juga melebihi para ahli pengamat politik, karena kalau para ahli pasti sudah mengakaji dan lebih berhati-hati dalam berpendapat, kalau ini,its just my subjective opinion, jadi CMIIW
Selasa, 30 September 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar