Senin, 22 September 2014
PEMUDA DAN PENGUASA
Apakah kita,para pemuda, pernah bertanya seperti ini? ”kalau aku berada di posisimu, wahai para penguasa, apa aku juga akan melakukan hal yang sama? “ Saat ini kita lihat banyak penguasa yang bermegah-megahan, lebih mengepentingkan golongan daripada kemashlahatan orang banyak, bahkan korupsi, sudah jadi berita media sehari-hari. Mungkin benarlah apa yang sering dikemukakan Wagub DKI Jakarta,Ahok, mengenai teori dari Abraham Lincoln, “karakter seseorang baru teruji bila memegang kekuasaan”.
Para penguasa , ia tidak diuji dengan kesusahan, kelaparan, dan kemiskinan, namun ia diuji dengan segala otoritas yang ia punya,apakah bersifat adil atau tidak, ia diuji apakah ia akan menjadi ujung tombak contoh yang baik bagi rakyat dengan bersikap sederhana, atau memberi contoh yang buruk dengan berbangga-bangga dan bermegah-megahan harta. Ia juga diuji di saat penegakan dan pengawasan hukum tidak tepat sasaran, apakah ia akan mengambil hak orang lain untuk dirinya sendiri atau tidak.
Kritik pun pasti tak jarang kita lontarkan kepada para penguasa itu. Namun dalam ruang lingkup yang lebih kecil, kita,para pemuda, mungkin sama saja dengan mereka. Dalam ujian semester, misalnya, apa sih yang akan kita lakukan kalau malamnya kita tidak belajar, dan esok paginya ketika ujian dosen tidak terlau ketat mengawasi ujian ,kebanyakan kita pasti akan mencontek.Relevansinya ketika pengawasan lemah, kita cenderung akan melanggar peraturan.
Contoh lagi dalam social media, kita, para pemuda,sadar tak sadar dilatih untuk melakukan sesuatu agar mendapat pengakuan orang,dengan jumlah like atau love dari apa yang kita bagikan di media social itu, misalnya.Mungkin tak apa kalau tak berlebihan. Namun jika porsi penggunaanya tak dikendalikan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat,social media hanyalah tempat untuk pamer,ajang untuk saling berbangga diri, dan sebagai tempat pembuktian diri. Kalau hal ini terus dilatih,akibatnya , mungkin segala keputusan dan tindakan kita lebih didominasi berdasarkan gengsi, prestige, pengakuan orang lain dan golongan, dibandingkan dengan azas. Efek lebih jauhnya, bermegah-megahan dengan harta, karena harta juga salah satu simbol aktualisasi diri, statement kelas dan status.
Dalam konteks para penguasa,jika segala keputusan dan tindakannya yang utama dan pertama hanya berdasarkan kepentingan dirinya sendiri dan golongannya, dibandingkan kemashlahatan orang banyak, kemungkinan besar ketidakadilan-lah yang akan terjadi. Jikalau banyak penguasa yang seperti ini, wajarlah jika ketidakadilan dan kesewenang-wenangan terjadi di mana-mana.
Pertanyaannya adalah, apakah nanti jika kita, para pemuda ,di posisi yang sama,diberikan kesempatan untuk berkuasa, apakah kita akan tergoda untuk melakukan hal yang sama?korupsi dan bermegah-megahan? Jawabannya bisa ya bisa tidak, karena seiring dengan jalannya waktu seseorang bisa berubah. Namun , kalau hal-hal kecil seperti contoh diatas kita abaikan, tidak instrospeksi, besar kemungkinan kelakuan kita pun akan sama jika kita berkuasa nanti.
Btw, ini hanya opini sih, bukan hasil dari riset yang akurat, jadi boleh jadi benar atau tidak, tapi mudah-mudahan bisa jadi bahan instrospeksi, karena mungkin kita semua pelakunya, saya , kamu, kita.
Firman Fakhri
Bandung, September 2014
Labels:
Opini
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar