Senin, 30 Desember 2013

Soal Teladan yang Utama

Untuk yg muslim ya..

Kalau kata banyak motivator-motivator, salah satu cara untuk mencapai suatu tujuan atau goal adalah dengan mempelajari model. Model di sini pun tentunya sesuai dengan tujuan masing-masing. Misalkan kalau kita ingin menjadi pemain sepak bola yang jago seperti messi atau Ronaldo, ya sudah, kita tinggal tiru langkah-langkah apa , latihan apa, tindakan apa yang mereka lakukan,seberapa banyak, seberapa keras, waktu yg dikorbankan sampai mereka menjadi sejago itu. Yah, meskipun tidak mungkin sama persis , minimal medekati lah, mungkin.

Metode ini pun konon katanya digunakan bangsa jepang untuk bangkit dari keterpurukannya setelah kalah perang, sampai bisa sehebat ini. Intinya, tiru , perbaiki, dan modifikasi. Tentu saja yg ditiru, bukan hanya langkah-langkahnya, cara-caranya saja, namun juga pola pikir, cara berpikir orang yg ditiru sampai mereka bisa menghasilkan langkah-langkah, tindakan yg hebat, yg bisa membawa mereka kpda hasil yg diinginkan.
Nah, karena saya juga belum tau banget metode meniru model yg benar, yg kongrkrit  tuh bagaimana,biar sukses,maka bukan itu yg ingin saya smpaikan, mungkin banyak cara2nya yg bisa    di dapatkan dari buku2, pelatihan, atau seminar2.

Yang ingin saya smpaikan di sini adalah sebagai muslim, ternyata  dalam agama kita Allah SWT pun sudah menyiapkan kita model, seorang teladan , uswatun hasanah, tidak lain dan tidak bukan adalah Rasulullah SAW.Rasulullah adalah model yang sempurna yg dapat kita tiru akhlaknya, kepribadiannya, dalam rangka menggapai tujuan utama kita hidup di dunia ini, yaitu menggapai ridha Allah SWT.

Soal teladan atau idola, pada jaman sekarang, saya yakin banyak sekali orang-orang hebat di sekeliling kita yang dapat kita tiru perilakunya sesuai tujuannya masig2, namun seorang penulis pernah memberitahu saya, kalau kita seorang muslim, seharusnya jangan sampai teladan kita yang paling pertama, yg paling utama bukanlah Rasulullah SAW.Pokonya yg pertama harus Rasulullah SAW

Karena begini, sebagai seorang muslim, apa sih tujuan kita hidup?apa sih yg kita tuju?, jawabannya adalah Ridha Allah SWT, yang kalau kita dapatkan akan membawa kita ke tujuan akhir, yaitu Surga.Semuanya pasti ingin masuk surga, kan?. Nah itu salah satu alasannya kenapa kita harus mejadikan Rasulullah sebagai teladan utama kita.Karena setau saya, Rasulullah adalah manusia yang telah dijamin masuk surga oleh Allah SWT.

Logis kan kenapa harus Rasulullah sebagai teladan kita yg utama? Karena kalau kita menjadikan model yg paling utama selain Rasulullah, toh orang yg kita tiru belum tentu juga diridhai Allah SWT,belum tentu jga dijamin langsung masuk surga kan.Sedangkan Rasulullah pasti langsung masuk surga, karena Allah SWT pasti ridha juga kepadanya. Nah , meskipun kita tidak mendapat cobaan seberat rasulullah, tidak sesabar, dan akhlaknya tidak seindah rasulullah, kalau kita menjadikanya sebagai model utama kita , sebagai teladan utama kita, insya Allah jalan dalam menggapai Ridha Allah SWT, dalam menuju surganya,sekali lagi jalannya ,insya Allah sudah lurus, ga belok-belok lagi.

Tentu saja tidak mengapa kalau kita jadikan orang2 sekitar kita yang kita anggap baik dan benar sebagai teladan kita, namun tetap yg harus kita jadikan teladan yang paling utama,sebagai muslim adalah Rasulullah SAW. Nah, karena kita tidak hidup di jaman di mana Rasulullah masih hidup,tidak melihat langsung, adalah sangat penting kita “membaca” ,menelusuri sejarah , biografinya, bagaimana akhlaknya, kesehariannya, dll.

Setelah tau? Lalu apa lagi, kalau mengutip kata dari dosen saya, informasi itu kekuatan, namun belum menjadi sebenar-benarnya kekuatan sampai informasi itu ditindaklanjuti.Tahu saja ga cukup.Knowing the path is different than Walking the path, tahu kan maksud saya? Nah karena kita manusia, tempatnya salah dan lupa, sering malas dan menunda,maka sepertinya akan lebih baik kalau kita saling ngasih tau, saling mengingatkan satu sama lain.biar asik,biar hidup lebih fullfill, biar ga seneng sendiri doang.Mungkin begitu..
*firman fakhri
30 Desember 2013

Kamis, 12 Desember 2013

Ibadah dan Ridha Allah



Untuk yg muslim yaa..

Sebagai muslim , kebanyakan kita mungkin sudah tahu apa tujuan kita diciptakan oleh Allah SWT di dunia ini, kalau lupa akan saya bantu ingatkan, hal tersebut tertulis dalam surat Ad-Dzariyaat ayat 56 yang artinya sebagai berikut

“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyaat [51]: 56)

Sebenarnya sangat menarik kalau kita telaah lagi kalimat dalam ayat tersebut, dalam ayat tersebut  Allah SWT tidak mengatakan “Aku menciptakan  jin dan manusia supaya mereka beribadah kepada-Ku” tapi menggunakan dua kalimat negasi yaitu “tidaklah” dan “melainkan”,yang artinya apa? Artinya kita diciptakan di dunia ini hanya dan untuk hanya beribadah kepada Allah SWT.ingat, hanya dan untuk hanya. Tidak ada tujuan lain selain beribadah kepada Allah SWT.

Lalu apa pengertian ibadah? Ibadah memiliki asal kata “abdu” atau “abdi” dari bahasa arab. Dalam bahasa Indonesia pengertian secara harfiahnya adalah menyembah. Jadi ibadah pengertiannya adalah menyembah kepada Allah SWT.Namun , tentu saja ibadah tidak bisa kita artikan dalam sesuatu hal yang bersifat sempit seperti ibadah ritual saja. Ibadah dalam hal ini bagaimana kita melakukan segala sesuatu , segala aktivitas dalam hidup kita karena Allah, sepanjang  sesuai dengan aturan agama, sesuai Al-qur’an dan hadits.

Namun seorang teman pernah berkata pada saya, biasanya kita beribadah untuk mendapatkan pahala sebanyak-banyaknya dan beribadah hanya karena takut masuk neraka dan pasti kita inginnya masuk surga. Apakah hal ini benar? Saya pikir tadinya mungkin tidak apa-apa, karena memang kecenderungan manusia adalah mencari kenikmatan dan menghindari kepedihan. Dan bukankah dalam agama kita diajarkan kalau timbangan pahala, kebaikan kita lebih berat dari keburukan, kita akan masuk surga.

Saya pikir tidak apa-apa tadinya,tapi seorang teman memberikan nasihat lagi, biasakanlah mindset kita dalam beribadah tidak hanya sekedar ibadah tok, tidak hanya sekedar ingin imbalan berupa pahala dan surga, tapi mindset yang harus kita utamakan pertama kali dalam beribadah tidak lain dan tidak bukan adalah hanya untuk mencari Ridha Allah SWT.

Ya , Ridha Allah SWT.Pertanyaannya sekarang, apa itu Ridha?. Saya akan kutip dari tulisan Abu Marlo dalam bukunya, “entepreneurship hukum langit” . “Ridha artinya disukai. Artinya ketika ingin mendapatkan Ridha Allah, kita harus senantiasa menjadi hamba yang selalu Allah suka. Harus selalu mulia di mata Allah sehingga apapun bentuk kegiatannya Allah akan senantiasa menyukai kita”

Saya pikir hal ini sangat logis.Karena coba kita pikir,kalau niat utama kita yang pertama adalah hanya sekedar ibadah, seringkali kan kita setelah ibadah lalu merasa sudah mendapatkan pahala, padahal bisa jadi Allah tidak suka dengan apa yang kita kerjakan, kalau Allah tidak suka bagaimana mungkin kita dapat pahala, bagaimana mungkin juga masuk surga.

Namun lain halnya kalau mindset kita yang utama adalah mencari keridhaan Allah SWT

Pertama,kalau mindset kita adalah mencari keridhaan Allah, kita akan selalu meng-eveluasi diri kita sendiri, selalu introspeksi, “bener ga ya aktivitas yang saya lakukan ini disukai Allah?”, “bener ga ya yang saya lakukan sesuai dengan aturan agama?, “sudah benar belum ya, sholatku hari ini?”

Kedua, kalau mindset kita adalah mencari keridhaan Allah, efek dari yang pertama, kita akan terus termotivasi untuk belajar, untuk selalu “membaca” , untuk selalu mencari ilmunya, apakah ibadah , aktivitas yang kita lakukan sudah sesuai aturan agama, sesuai dengan syariat. Karena segala sesuatu harus berdasarkan ilmu. Agama pun mengajarkan bahwa kita dilarang mengikuti sesuatu tanpa ilmunya.seperti yg tertulis dalam surat Al Israa ayat 36

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” .(Q.S. Al Israa (17) : 36)

Karena itu, “membaca”, mencari ilmu itu sangat penting. Hal yang paling saya takutkan adalah ketika saya mengira saya sudah berbuat baik , namun ternyata salah di hadapan Allah SWT. Karena itu baik saja tidak cukup, harus benar, efektif dulu baru efisien. Peringatan ini tertulis dalam surat Al-Kahfi ayat 103-104

“Katakanlah: Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?.Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya “( Q.S Al-Kahfi (108) :103-104)

Ketiga, yang sangat penting juga, kalau mindset kita selalu mencari keridhaan Allah,insya Allah kita akan terhindar dari sifat sombong. Sering kan kita merasa lebih baik, lebih hebat, dari orang dalam hal ibadah, atau mungkin riya dalam ibadah.Nah, kalau mindset kita mencari Ridha Allah, kita akan senantiasa berpikir, contohnya seperti “sudah benar belum ya sholat saya hari ini?”sudah sesuai syariat belum ya?aduh tadi saya sholat hanya karena ingin dilihat , dipuji orang atau ga ya?”

Nah, pertanyaan-pertanyaan seperti itu akan selalu membuat kita ingat bahwa kita ini manusia, tempatnya salah dan lupa, dan hal ini akan membuat kita tidak merasa lebih baik dari orang lain, selalu rendah diri di hadapan Allah SWT, selalu meminta ampun, selalu beristighfar setiap hari. Bahkan Rasulullah pun yang sudah dijamin masuk surga selalu beristighfar setiap hari bukan?

Jadi intinya dari semuanya adalah Ridha Allah SWT. Bagaimana agar Allah SWT selalu menyukai kita, Kalau Allah sudah menyukai kita,  bukan hanya pahala, bahkan surga pun akan kita dapatkan, bukan?.Amiiin, Insya Allah.

Firman Fakhri

12 Desember 2013

Kamis, 05 Desember 2013

Sepucuk Surat dari Soe Hok Gie dan idealisme


Soe hok gie adalah salah satu tokoh pergerakan pemuda pada tahun 1960-an. Dia juga merupakan seorang penulis dan juga seorang pencinta alam. Bagi saya, dia merupakan salah satu tokoh idealis, yang teguh memegang prinsip-prinsip yang diyakininya, walupun konsekuensinya sampai ditinggalkan teman-temannya. Hal ini disampaikan melalui surat yg ditulis olehnya kepada temannya, Riandi, tertanggal 10 Oktober 1967.

Begini isi suratnya yang saya ambil dari buku “Soe Hok Gie…sekali lagi” pada hal.337

“ Muchtar Lubis bilang pada saya, bahwa kalau seseorang memilih jalan jujur, hidupnya akan berat sekali. Dia akan kesepian, dijauhi kawan dan dibenci banyak orang. Mungkin sampai kita mati, kita akan terus seperti ini.Beranikah kita berdiri sendiri? Kalau kita berani, majulah menuju dataran yg sepi dan kering. Tapi di sana ada kejujuran. Terus terang saja, kadang-kadang saya takut sekali. Tapi selama saya bisa mengatasi ketakutan, saya akan maju terus.Sampai akhirnya saya patah. Kadang-kadang saya bertanya, mengapa saya dilahirkan sebagai orang keras kepala dan sombong?”

Saat membaca surat tersebut, banyak paradoks yang muncul di kepala saya. Apa benar kalau kita hidup jujur, memegang teguh prinsip2 hidup yg baik , yg universal sesuai hati manusia, hidup kita akan berat. Bukankah kalau seperti ini yang akan mendukung langsung kita adalah Tuhan dan seluruh alam semesta?

Namun, soe hok gie pasti mempunyai alasan kenapa dia menulis surat seperti itu, mungkin sesuai pengalaman hidupnya. Tiap tulisan, pendapat, pasti memiliki keabsahannya masing-masing tergantung konteksnya, bisa jadi mengandung kebenaran juga. Dan kalau dipikir lagi, ternyata banyak contohnya dalam kehidupan sehari-hari kita sekarang, seorang yang jujur dan idealis, namun tidak disenangi orang.

Kita ambil contoh dalam kehidupan seorang akademisi sehari-hari, yaitu contek mencontek. Dalam hal ini contek mencontek saat ujian. Jujur, saya pun kadang melakukan ini pada waktu  masa sekolah atau kuliah, sampai sekarang. Makanya , di sini saya Cuma mau menuangkan uneg-uneg, sampah-sampah pikiran yg ada di kepala saya, biar tidak lupa.bukan untuk sok2 menasehati.

Oke, jadi ngaku sajalah kita selama sekolah dan kuliah pasti sering contek mencontek saat ujian. Atau okelah kita tidak mencontek, tapi kita sering memberikan jawaban, tidak saling mengingatkan dan saling melindungi.

Tapi ayolah, kita pasti tau ini tidak benar, ya kan, dan alasannya pasti kita juga sudah tau. Waktu kecil pun, di SD pada saat jaman saya dulu( ga tau kalo sekarang) kadang saya dan teman masih takut nyontek  saat ujian walaupun tidak diawasi guru. Pertanyaannya, mengapa sekarang (saat sma atau kuliah) kita menganggap menyontek itu seperti hal yg biasa saja, hal yg lumrah, makanan sehari-hari, padahal kita tahu itu salah, kenapa?

Jawabannya yg pertama, ya mungkin karena dibiasakan, kedua, karena kita terbiasa berpikir kalau banyak orang yang melakukannya, maka hal itu adalah hal yang wajar, padahal yang dilakukan kebanyakan orang belum tentu benar.dan yag ketiga , karena kita tidak mengingatkan satu sama lain.

Mengenai point ketiga yang diatas, mereka yg berani mengingatkan,menurut saya , merekalah orang-orang idealis yang memegang teguh prinsip kebenaran dalam hal sekecil apapun. Salah ya salah, benar ya benar.Tapi sudah sangat jarang kita menemukan orang yag berani radikal seperti itu. bagaimana tidak, kalau ketika dia mengingatkan dia harus siap dicibir, dijauhi, ya ga sih?pada jaman sekarang,gimana perasaan kita kalau ada temen yg menegur kita mencontek, atau misalnya ga memberikan jawaban saat ujian, mungkin jawabannya seperti ini,“aaah , ga asiik lo” atau “sok-sok-an banget lo”,”pelit lo”, yah walaupun ga diucapkan, mungkin dalam hati kita sering terbesit pikiran seperti itu.

Tapi ayolah, kita butuh orang-orang idealis, apalagi di jaman seperti sekarang ini, kita butuh orang yg memiliki pemahaman yg benar, dan berani mengingatkan satu sama lain.

Karena begini, sedikit banyak kelakuan kita selama ini pasti dari kecil sampai sekarang, mendapat pengaruh dari orang lain, mendapat stimulus dari orang lain, sadar tidak sadar kita menjadikan model orang2 di sekitar kita sebagai karakter kita. Contohnya waktu kita kecil, model utama kita adalah orang tua kita. Pemikiran kita pun begitu, sadar tidak sadar pasti meniru dan mencontek pemikiran dari literatur2 yg pernah kita baca, oleh karena itu pula kita harus menyebutkan sumber  referensi dalam suatu karya .

Nah sekarang coba bayangkan yg terjadi kalau di sekeliling kita tidak ada orang yg idealis? Tidak ada orang yg memiliki pemahaman yg benar dan tidak saling mengingatkan. Bayangkan yang ada kita hanya dikelilingi oleh  kebanyakan orang2 yang bermaksud baik namun ternyata salah. Kita kehabisan teladan.Satu orang idealis melawan banyak orang yg memiliki pemahaman yg kurang benar. Apa yang akan terjadi?

Menurut pemahaman saya yg terbatas, yang akan terjadi adalah kita jadi tidak bisa membedakan dan merasakan mana hal-hal yg baik dan mana hal-hal yang salah, padahal logika tau.Yang salah dianggap biasa-biasa saja. Nilai-nilai kebenaran semakin tidak jelas. Dan akibatnya, pemahaman kita ini terwariskan oleh generasi2 di bawah kita, karena sadar tidak sadar , kita adalah model bagi generasi di bawah kita, dan sadar tidak sadar, kita juga pasti meniru dan meneladani generasi di atas kita. Karena itu , keberadaan orang-orang idealis ini sangatlah penting, tapi tentu saja, idealis di sini orang2 yg memiliki nilai2 kebenaran yang universal, sesuai hati manusia.Bukan idealis menurut pemikirannya sendiri.


Alasan lainnya,Saya yakin kebanyakan orang pasti baik, niatnya baik, namun belum tentu benar. Karen a itu , jangan langsung mencibir orang2 yg kelihatannya sok menasehati, karena boleh jadi dalam kata2nya mengandung kebenaran.Kita butuh orang2 yg selalu memberikan teladan baik. Kita butuh orang idealis. Kalau kata bang tere liye begini "kalau kita tidak bisa ikut golongan yg memperbaiki, minimal jgn ikut golongan yg merusak".minimal ga usah mencibir orang2 yg selalu mengingatkan dalam kebenaran. Terima aja kalau dirasa kita memang salah.

Dan untuk orang2 yg lebih tua, lebih paham, memang tugasnya untuk mengingatkan,sayangnya saya sering mendapatkan tren pembicaraan ini di sekitar saya, “ah, anak2 jaman sekarang payahh, manja2, beda dengan jaman kita dulu”, mungkin memang benar,tapi jangan sampai kita merasa lebih baik karena hal itu,ayolah kita coba berpikir, kita yg lebih tua juga turut andil dalam memberikan hal2 yg kita sebut tidak baik itu kepada generasi di bawah kita, agama pun mengajarkan kita untuk tidak merendahkan suatu golongan, karena boleh jadi, yg kita rendahkan itu lebih baik daripada kita.

Mengenai hal-hal yg sudah dituliskan di atas, saya takut akan beberapa hal. Saya takut saya tidak bisa membedakan mana hal2 yg benar dan hal2 yg mana yg salah, saya takut mengira saya sudah berbuat baik, namun salah di mata Tuhan. Saya takut memberikan efek2 yang tidak baik, memberikan teladan yg tidak baik kepada adik2 saya, saya takut ditanya Tuhan “kenapa kamu apatis , padahal kamu paham”?

Dan sayangya, seringnya, hal2 yg saya takutkan , justru itu yg terjadi, jujur dan maaf kalau soal menyontek di atas, saya sama aja, masih sering, masih menganggap itu hal yg lumrah , hal yg biasa, apalagi kalau soal kepedulian, mana ada, saya masih apatis banget,masih egois, masih munafik,masih sering memikirkan diri sendiri, susah sekali tcooy menjadi orang2 idealis,jadi please banget, tolong banget, selalu ingatkan saya juga dalam hal2 yg benar.makasih

Bagi yang mau tau info dan rating bukunya :https://www.goodreads.com/book/show/7299756-soe-hok-gie-sekali-lagi

Firman Fakhri
5 Desember 2013



Selasa, 03 Desember 2013

Masa kecil



Masa kecil menurutku sangat indah

Aku masih ingat masa kecilku, waktu itu , aku main apa saja yg bisa dimainkan dengan teman2 sekomplek dekat rumah,

main gundu, dengan taruhan kelereng masing2, yg kalah kelerengnya diambil

main galaksing depan rumah sambil ketawa cekikikan

 main permainan sepanjang masa anak2,tak jongkok dan tak umpet

main kuda tomprok di halaman rumahku sehabis sholat jumat, saking berisiknya, sampai2 bude pri, ibu tetangga sebelah rumah datang marah2

nangkap belalang untuk dimasukkan di botol

setiap sore bermain bola di depan lapangan masjid al hidayah dekat rumahku atau di lapangan biru di komplek rumahku.bermain sampai kadang2 hampir menjelang maghrib sehingga aku pun kena marah orang tuaku,ikut kejuaran futsal komplek dengan timku, bayu, reyhan, varez, ardi,alfian, detri, ridho,adon,eqi, sapta, masih ingat kan?

Bermain sepeda , kejar2an, salip menyalip sambil mengejar telap (istilah layangan putus),sampai hampir mau nabrak tiang

Waktu sholat di masjid becanda cekikikan sampai dimarahi pak ahmad, main sabet sarung di sela2 ceramah sholat tarawih saat bulan ramadhan,

Jajan sembarangan , dimarahin,habis itu jajan sembarangan lagi,di marahin lagi , haha

Masa kecil itu indah

Sangat berbeda dengan orang dewasa, yg  mungkin terlalu kaku,terlalu gengsi, mementingkan ego,terlalu pintar berasumsi,yg pintar beralasan, setidaknya itu yg kualami. Namun pasti bisa ko, orang dewasa dengan segala kepintarannya, namun tetap memiliki hati yg tulus seperti anak-anak. Pasti bisa,dengan segala pengalaman hidupnya, namun2 nilai2 positif yg dimiliki semasa kanak-kanak tetap terjaga. mudah-mudahan.

Firman fakhri

3 Desember 2013

Sabtu, 30 November 2013

Nasihat Pak Subhan



Dulu, waktu saya masih sekolah di Madrasah Tsanawiyah Pembangunan UIN Jakarta, guru fisika saya , Pak Subhan sering marah kalau saat dia mengajar, kami malah mengobrol, tidak memperhatikan, atau melamun di dalam kelas. Alhasil kalau dia mengajar, kami semua pasti benar-benar diam dan memperhatikan. Dia adalah salah satu guru killer di smp kami saat itu (menurut saya sih). Namun, sebenarnya bukan hanya ke-killer-an nya saja, tapi juga alasan yang dia sampaikan kenapa kami harus semangat belajar sangat mengena di hati, cailaah.

Jadi alasannya kira-kira seperti ini yang dia bilang “ Dosa, sungguh benar-benar dosa kalau kalian tidak mau atau malas belajar, kalian tau ga? Di saat kalian punya segala yang dibutuhkan untuk mendapatkan pendidikan yang baik, guru-guru yang baik, di luar sana masih banyak yang belum dan tidak bisa sekolah karena masalah ekonomi, mau jadi apa yang belum mampu di luar sana kalau kalian aja yang mampu kelakuannya kaya gini, males belajar, kalian dosa lho”.Bagi anak smp seperti kami alasannya itu ngena banget.

Namun apa yg terjadi sekarang, menurut saya, semangat belajar kita (atau saya doang kali ya) kebanyakan cenderung menurun dari sd, smp, sma, apalagi pada saat kuliah ini. Tren-tren yang berkembang saat kuliah yang membuat malas belajar mungkin seperti “ipk itu bukan, segalanya”,”ah, ntar juga ilmunya ga ke pake di dunia kerja”, rasanya berbeda jauh pada saat sd, atau smp ,yang belajar memang karena ingin belajar, ga ada intervensi apa-apa.

Saya sendiri pun sering mengalami males belajar saat kuliah, sering banget malah,kalau pak subhan tau, mungkin dia marah banget,dan biasanya alasan males belajar nya ampuh banget, “saya ga cocok dengan jurusannya, saya memang tidak mau jurusan ini awalnya”, sehingga pembenaran-pembenaran seperti “ipk bukan segalanya” atau “ilmunya ntar ga ke pake di dunia kerja” sering  menghampiri pemikiran kita, entah benar atau tidak.

Kalau memang yg ga cocok dengan jurusannya, pilihannya jelas sih, Cuma ada dua, maju terus atau pindah kuliah. Kalau untuk yg salah jurusan, dan karena beberapa sebab,tidak mungkin pindah, beridealisme lah dengan realita, berbuatlah sesuai kapasitas masing-masing. Jadi, jangan mengedepankan ego.

Kalau kata teman saya,kalau sudah berusaha semaksimal mungkin namun keinginan kita tidak sesuai, berarti memang itu jalannya, pasti ada sebabnya kenapa Tuhan “meletakkan” kita di sini, tidak ada yg namanya kebetulan.Mungkin Tuhan “meletakkan” kita di sini untuk memberikan pemahaman hidup yang lebih baik melalui teman-teman kita.atau memang potensi tersembunyi kita memang di tempat ini, siapa yg tau

Tapi kadang ada juga yg berpikir bahwa kita malas belajar dan kurang bergairah disebabkan sistem pendidikan di negeri ini , harusnya begini lah begitulah,kita punya idealisme masing-masing harusnya sistem pendidikan di negeri ini seperti di amerika lah,finlandia, atau seperti di novel totto chan lah,mungkin memang benar. Namun, kalau kita belum punya kekuatan untuk mengubahnya, ya udah, simple, jalanin aja dulu, sesuaikan idealisme kita dengan realitanya, berbuat sesuai kapasitas masing-masing. Nanti di masa kalau kita sudah jadi stakeholder, sudah punya power dan kekuasaan,cailaah, baru deh ubah sistemnya kalau dirasa kurang memuaskan.bantu pemerintah.

Terakhir,Inti nasihat dari pak subhan mungkin seperti ini,”gunakan waktu sebaik mungkin”,”belajar untuk bermanfaat bgi orang lain”,”jangan petantang petenteng” “mbok yo sadar akan kondisi sekitar biar lebih bersyukur”, kalau teringat nasihat pak subhan dan kelakuan saya selama ini, jadi pengen nangis rasanya hahaha, berapa banyak saya sudah buang-buang waktu ya?berapa kali saya petantang petenteng? dan berapa kali pula saya ga peduli ya?, mudah-mudahan di tulis panjang lebar begini bisa jadi bahan introspeksi , biar ga lupa, biar ga mendem di pikiran doang.

Firman fakhri

1 Desember 2013

Rabu, 27 November 2013

*Perasaan yang dusta

Berapa kali kita merasa lebih baik hanya karena kita sekolah/kuliah di tempat yang lebih terkenal dibanding orang lain? Berapa kali kita merasa lebih unggul hanya karena kita mengenyam pendidikan di tempat yang lebih prestius dibanding orang sekitar?

Berapa kali kita merasa lebih baik karena harta yang kita miliki, karya yang kita hasilkan, posisi atau jabatan yang kita punyai? Belum lagi berapa kali kita merasa lebih oke karena pekerjaan, profesi, penghasilan, atau bahkan rumah yang kita tinggali, mobil yang kita naiki? Dan berapa-berapa kali kita merasa lebih atas dibanding orang lain karena aktivitas, organisasi, tempat, pengajian, pakaian, dsbgnya yang kita ikuti?

Tentu saja tidak usah dijawab. Simpan saja masing2. Hal-hal seperti ini biarkan saja jadi rahasia masing-masing.

Nah, orang-orang yang beruntung, setiap kali terbersit perasaan itu, maka dia bergegas mengusirnya pergi. Menyesal. Amat menyesal. Orang-orang yang merugi, membiarkan saja perasaan itu muncul, bahkan menunjukkannya dengan jelas agar orang lain tahu dia memang lebih baik. Dan ajaibnya, bukan ditunjukkan di rumah sendiri, di lingkungan sendiri dengan konsumsi terbatas, tapi datang ke rumah orang lain, tiba-tiba nyeletuk bilang kalau dia 'lebih baik'.

Inilah yang diseut 'perasaan yang dusta'. Setiap kali hal itu muncul, kita sebenarya sedang berdusta pada diri sendiri. Maka semoga kita menjadi orang-orang yang beruntung, tidak apa hal itu sering muncul, tapi segera usir jauh2 saat terlintas. Usir jauh-jauh, seperti kita sedang merasa jijik sekali dengan hal yang memang menjijikkan

repost dari page fb darwis tere liye

Minggu, 24 November 2013

Pepatah si keledai



Pepatah bijak mengatakan “jangan terjatuh dua kali pada lubang yang sama”,”hanya keledai yang jatuh dilubang yang sama dua kali”

Saya tidak tahu sumber awal pepatah itu darimana, dan terlepas juga dari kenyataannya apakah keledai itu benar-benar bodoh atau tidak, mungkin ada maksud positif dari pepatah ini

Pepatah itu biasa diartikan orang-orang seperti ini, yaitu “belajar dari kesalahan, jangan membuat kesalahan yang sama dua kali”

Namun, apa daya, karena manusia memang tempatnya salah dan lupa, dan ada hal-hal yang ternyata di luar kendali kita ,saya lebih setuju kalimatnya diganti seperti ini “belajar dari kesalahan, berusahalah jangan membuat kesalahan yang sama dua kali”. Soalnya hasil kan yg menentukan Tuhan ya

Lalu,bentuk “berusahalah”  kongkritnya seperti apa? Entahlah,ini sulit,(atau mungkin mudah bagi sebagian orang)nyatanya dalam keseharian saya dan kebanyakan orang yang saya lihat, pola-pola kesalahan yg sama terus berulang,  semisal deadliner tugas, belajar sistem kebut semalam, atau dalam kegiatan organisasi yang kegiatannya selalu berulang , pola kesalahan yg berulang pun itu-itu saja.

Saya pun ga tau(atau belum tau) jawaban kongkritnya , cara mengurangi pola2 kesalahan ini, soalnya saya juga begitu,banyak pola-pola kesalahan yg saya ulangi,padahal saya tahu itu salah , apa mungkin karena sudah terbiasa, kita jadi menganggap kesalahan2 itu biasa2 saja yaa?haah, entahlah

Tapi, kalau kata salah satu dosen di kampus saya (saya lupa namanya), katanya sih kuncinya itu dokumentasi. Jadi katanya begini di bilang ke saya “jadi , dek, kamu tau ga perbedaannya, kenapa orang-orang barat sana cepat kemajuannya, dan mengapa kita lambat? Bukan, bukan karena otak-nya, wong kita sama-sama makan nasi sama roti ko,potensi pinternya sama ko,perbedannya mereka “jago” dalam hal dokumentasi di setiap kegiatan mereka, arsip2 kegiatan bulanan, tahunan mereka terkemas  secara rinci, komperehensif, dan tersimpan rapih”

Tapi, di sini kita juga melakukan dokumentasi kan,semisal notulensi rapat yg harus ada saat evaluasi kegiatan. Yah, entahlah, mungkin, mungkin yaa, ada perbedaan kualitas pen-dokumentasian kegiatan orang kita dengan orang barat sana. Tapi saya belum tahu, soalnya belum saya telusuri lebih jauh lagi.

 Kalau dari saya walaupun bukan jawaban kongkrit dan komprehensif, cara agar kita tidak seperti “pepatah si keledai” itu, ya mungkin saling ngingetin aja sih.tolong ingatkan saya juga ya

Firman Fakhri

Bandung, 24 November 2013

*Pentingnya melihat dunia dan membaca buku



Bambang, yang asli jawa, tinggal di rumah yang penuh lemah-lembut, di lingkungan yang berbicara halus, akan kaget sekali saat datang ke Sumatera sana. Takjub melihat orang bicara teriak-teriak, apakah mereka ini sedang marah? Sedang bertengkar? Ya ampun, ternyata mereka sedang bergurau, tertawa satu sama lain.

Itulah salah-satu gunanya pergi melihat dunia. Agar kita tahu, begitu banyak ragam kehidupan. Belajar. Lantas paham. Bukan hanya terkungkung dengan pemahaman versi kita saja. Saya seringkali menemukan kesalahpahaman simpel karena orang2 tidak tahu, tidak paham. Yang parahnya lagi, orang2 ini berani sekali menarik kesimpulan, membabi-buta, padahal nyatanya tidak.

Bambang, yang tidak pernah membaca buku2, malas membaca tulisan2, maka akan kaget sekali saat membaca sebuah buku yang didesain penuh simbol2, atau penuh kalimat2 dgn gaya bahasa berbeda, atau penuh kalimat2 lugas dan tegas. Takjub. Apakah tulisan ini sedang marah2? Yang nulis sedang jengkel? Ya ampun, ternyata maksudnya bukan itu, ternyata tulisan ini justeru sedang santai, sedang begurau.

Itulah juga salah-satu gunanya banyak2 membaca buku. Agar kita tahu, ada banyak ragam tulisan. Belajar. Lantas paham. Bukan hanya terkungkung atas penilaian diri sendiri yang amat terbatas. Saya lebih banyak lagi menemukan kesalahpahaman jenis ini, simpel karena yang membaca tidak tahu. Yang parahnya, orang2 ini cepat sekali menarik kesimpulan, padahal nyatanya tidak sama sekali, orang2 lain justeru berpikir sebaliknya.

Maka, ayo, mari melihat dunia--benar2 melihat dunia. Mari membaca buku--benar2 membaca buku. Tidak pernah merasa cukup. Selalu ingin lagi dan lagi.

*Repost dari page fb bang darwis tere liye

Jumat, 22 November 2013

Kita Hidup dalam Perbandingan-Perbandingan



“Ray, semua itu hanya perbandingan. Otak manusia sejak lama terlatih menyimpan banyak perbandingan berdasarkan versi mereka sendiri, menerjemahkan nilai seratus itu bagus, nilai lima puluh itu jelek. Hidup seperti ini kaya, hidup seperti itu miskin. Otak manusia yang keterlaluan pintarnya mengumpulkan semua kejadian-kejadian itu dalam sebuah buku besar, yang disebut buku perbandingan.

“Buku itu lantas diserahterimakan kepada generasi penerusnya, selalu diperbaharui sesuai kebutuhan jaman, yang sayangnya dalam banyak hal, lama-lama perbandingan itu menjadi amat menyedihkan. Mempunyai harta benda itu baik, miskin-papa itu jelek. Benar- benar ukuran yang tidak hakiki. Bagaimana mungkin posisinya tetap lebih baik kalau harta benda itu didapatkan dengan cara-cara yang tidak baik? Bagaimana pula tetap lebih jelek kalau kemiskinan itu memberikan kehormatan hidup?”

Dua paragraph diatas diambil dari Novel Rembulan tenggelam di wajahmu( hal 415-416) karangan tere liye.

Kita hidup dalam perbandingan-perbandingan.Entah sejak kapan , sadar dan tidak sadar, hidup saya dan kita mungkin seperti itu. Kita dalam hal ini mungkin adalah remaja tanggung dan orang dewasa yang sudah banyak pengalamannya. Namun saya rasa hal ini tidak berlaku buat anak kecil, karena anak kecil belum mempunyai banyak parameter-parameter perbandingan dalam hidupnya, beluum aja yaa.

Kebanyakan dari kita membanding-bandingkan menurut cermin sosial, menurut kebanyakan orang, kalau kebanyakan orang melakukan hal ini, maka hal itulah yg benar, kalau hanya sedikit orang yg melakukan ini, maka orang enggan melakukannya. Kalau mau bahagia, harus punya ini itu, keren itu harus begini begitu,  Masalahnya adalah, tidak semua yg dilakukan kebanyakan orang itu benar, namun belum tentu juga salah.Dan tidak semua juga yg dilakukan sedikit orang itu salah, siapa tau benar. 

Namun,entahlah , batas2 antara hal yang benar dan yg salah di jaman sekarang, dalam sistem2 yg dibuat manusia semakin tidak jelas saja, mungkin yang kita kira baik ternyata tidak baik,tidak sesuai dengan nilai-nilai agama, dan sebaliknya.ya,mungkin itulah kenapa kita harus selalu “membaca” apa saja.Berpikir lebih kritis perbandingan mana yg bahaya dan yg mana yg bermanfaat.

Seperti apa perbandingan2 yg berbahaya? yaitu perbandingan yg selalu membuat kita merasa kurang dan merasa rendah diri,karena perbandingan-perbandingan itu boleh jadi akan membuat hidup kita jadi tidak lepas,luwes, bebas seperti anak kecil, dan tidak objektif, dan satu lagi tidak bahagia, dan kalau kita tidak bahagia , itu kan bahaya.

Lalu perbandingan mana yg baik bagi kita, oke kita kutip lagi paragraf dalam novel rembulan tenggelam di wajahmu, “ ketika kau merasa hidupmu menyakitkan dan kau merasa muak dengan semua penderitaan maka itu saatnya kau harus melihat ke atas, pasti ada kabar baik untukmu, janji-janji, masa depan. Dan sebaliknya ketika kau merasa hidupmu menyenangkan dan selalu merasa kurang dengan semua kesenangan, maka itulah saatnya kau harus melihat ke bawah, pasti ada yang lebih tidak beruntung darimu. Hanya sesederhana itu. Dengan begitu , kau selalu pandai bersyukur.

Jadi, itu yang pertama, lihatlah ke atas dan ke bawah, oh ya,atas dan bawah dalam kalimat di atas pengertiannya luas , tidak selalu identik dengan harta.

Yang kedua, kalau mau membanding-bandingkan,bandingkan saja diri kita dengan diri kita sendiri.Dengan parameter diri kita yang dulu dan diri kita yang sekarang. Kalau lebih baik, alhamdulillah, kalo ga ya berusaha lgi, tapi biasanya sih kita yg sekarang cenderung lebih baik dari kita yang dulu. 

Yang terakhir, mengenai buku perbandingan yg sebutkan di paragraf atas, jadi jangan sampai generasi penerus kita menerima buku perbandingan yg salah dari kita, sebisa mungkin jangan sampai perbandingan2 yg belum tentu benar yg kita alami tersampaikan ke bawah. Cepat atau lambat mau gam au kita harus jadi orang dewasa yang keren,memberi contoh yang baik pada adik-adik kita.

Haaah ,orang dewasa yg keren? Teladan yg baik? Rasanya kalimat2 itu masih jauuuh sekali dari saya,malah sebaliknya, mungkin saya jago sekali dalam pemberi contoh yang tidak baik haha. Apa kalian juga begitu? Kalau iya, berarti kita saling membutuhkan untuk saling mengingatkan.

Firman Fakhri
22 November 2013




Sabtu, 16 November 2013

Introspeksi dan hal-hal kecil yang kongkrit



Sekarang mungkin banyak sekali di sekitar kita yang pandai mengkritik sesuatu tanpa mau berusaha terlibat dalam sistemnya,mengkritik seseorang tanpa berkaca ke diri sendiri setelahnya, dan juga yang pandai menyuarakan sesuatu namun tidak ada langkah kongkrit untuk mencapainya,banyak sekali, dan sayangnya, saya sendiri pun merasa menjadi bagian hal-hal yang saya sebutkan di atas, malah mungkin saya jago sekali. 

Entahlah kenapa, namun lebih baik saya tuangkan dalam tulisan daripada tidak, teringat nasihat teman dulu, “jangan ngebatin!” , lebih baik tuangkan, lebih baik ceritakan.Yah, jadi bodo lah walaupun saya masih merasa seperti yg saya sebutkan di paragraf atas

Jadi boleh kah kita mengkritik suatu sistem atau seseorang ? boleh, tentu saja boleh, kritik adalah tanda kepedulian kita, kritik bisa jadi “tanda” ketidakberesan yang terjadi dalam suatu sistem, kritik adalah baik dalam konteks “saling mengingatkan”. Namun, selalu pastikan sebelum dan setelahnya, kita selalu introspeksi diri, apakah kita ternyata sama saja dengan yg kita kritik, apakah kita sudah berkontribusi dalam sistem yang kita kritik atau belum.

Mengapa introspeksi diri ini begitu penting? Ada beberapa jawaban

Yang pertama, agar kita tidak merasa angkuh, tidak merasa hebat dengan nasihat2 yg kita keluarkan,agar kita selalu beristighfar , minta ampun kepada Tuhan, karena manusia memang tempatnya salah dan lupa.Kalau kita merasa sombong sedikit saja, tamat sudah.

Yang kedua, kita harus introspeksi diri, karena menurut saya, kritik, nasehat2 orang lain itu tidak akan mempan kalau kita tidak ada kesadaran untuk menerima hal tersebut, dan kesadaran untuk menerimanya itulah yg disebut introspeksi diri

Yang ketiga kita harus introspeksi diri, (kebalikan dari nomor dua di atas),karena kadang ga selamanya yg di kritikkan orang tentang kita itu benar, kadang di hati kita sebenarnya kita sudah tau jawaban2 atas apa yang kita pertanyakan, atas apa yang mau kita lakukan,jadi gimana caranya kita tetap menerima kritik2 tersebut namun di saat yg bersamaan ,kita juga telaah apa yang dikritikkan itu benar.

Yang keempat, kita harus introspeksi diri karena demi sistem yang lebih baik. Jadi begini, setiap sistem pasti memiliki tujuan, dan tujuan dalam sebuah sistem pasti dilakukan secara bersama-sama.Lalu faktor apa biasanya yang membuat tujuan itu gagal? Misal dalam kepanitiaan atau organisasi ketika melakukan suatu kegiatan, pasti ada saja hal yg tidak tepat sasaran, dan itu biasanya dikarenakan karena faktor human error.
Apa biasanya solusinya dalam evaluasi untuk faktor human error ini? Setelah evaluasi secara teknis,jawaban yang biasa saya dengar adalah “kembali lagi pada pribadinya masing-masing”, dan menurut saya pun ini salah satu yang paling ampuh.Sebagai contoh,kita tahu di negeri kita banyak masalah, apa solusi yang paling baik selain penegakan hukum yg ditegakkan setegak tegaknya?, ya itu kembali pada diri masing2, coba pikir, kalau semua pejabat,penegak hukum memastikan dirinya berbuat baik,jujur, bermanfaat bagi orang lain, kemungkinan besar masalah-masalah di negeri ini selesai dengan sendirinya, mungkiin siih.Jadi intinya, introspeksi

Lalu, setelah introspeksi ,apalagi? Ya harus berubah jadi lebih baik sih harusnya, dan jangan lupa diikuti tindakan-tindakan, langkah2 yang kongkrit. Kongkrit berarti jelas dan spesifik. Lalu bagaimana caranya? Saya dulu suka mendengarkan ceramahnya AaGym, ilmu dari beliau yang saya ingat adalah 3M, apa itu 3M? 3M adalah, Mulai dari diri sendiri, Mulai dari sekarang , Mulai dari hal yang kecil.

Pertama,mulai dari sendiri, bener banget karena kita ga bisa ngendaliin orang lain, kita hanya bisa ngendaliin diri sendiri,kedua, mulai dari sekarang, ini juga bener banget, karena waktu itu sibuk ,ga bisa nunggu kita, bahkan dia ga peduli, bodo amat walau kita lagi seneng kek lgi galau kek, waktu terus berjalan.Apa biasanya penyakitnya yg menghalangi 2M yg pertama ini? Itu adalah malees dan menundaa, bagi saya pribadi, itu penyakit yg sangat susaah ditaklukaan.

Yang ketiga mulai dari hal yang kecil? Ini juga bener banget,soalnya kadang kita biasanya terlalu nafsu untuk berangan-angan, berbuat besar, pengen ini pengen itu,tapi hal2 kecil dilupakan.Akibatnya hal2 besar yg kita inginkan juga tidak tercapai, “Kalau kita tidak bersyukur atas hal2 kecil, maka bagaimana kita bisa menjamin akan bersyukur hal2 yang besar? Boleh jadi itulah kenapa hal2 besar itu tidak mendekat”. 

Kenapa sih harus mulai dri yg kecil dulu? Kalau kata om covey seperti ini, jadi setiap diri kita memiliki apa yang namanya rekening integritas pribadi. Setiap kita melakukan kebaikan2 kecil, janji pada diri sendiri yang kita tepati, maka saldo integritas/keyakinan dalam diri kita akan bertambah,dan keyakinan ini adalah modal penting bagi kita untuk melakukan sesuatu yang lebih besar.Sebaliknya ,saldo rekening integritas kita akan berkurang kalau kita melanggar janji2 terhadap diri sendiri.Intinya sih, kalau hal2 kecil saja tidak bisa kita lakukan, bagaimana mungkin kita akan melakukan hal2 yg lebih besar.Bahkan mungkin kalau kita selalu melakukan hal2 kecil, mensyukurinya, boleh jadi hal2 besar itu akan datang dengan sendirinya.

Jadi , lakukanlah hal2 baik yg kongkrit , ga usah muluk-muluk,mulai saja dari hal yg kecil terlebih dahulu, semisal selalu biasakan bangun pagi, selalu merapihkan kamar,pakaian2, menyapu , mengepel, bikin to do list buat hari ini,dll, dsb.

Itu saja dari saya, hanya mau menuangkan pikiran, hanya mau mengingatkan,terutama ke diri saya sendiri sih, kalo ga di tulis takut lupa soalnya. Oh ya satu lagi, jangan pernah menilai orang secara objektif dari apa yg dia omong sama yg dia tulis yaa, soalnya kadang itu cuma pencitraan, kalo mau menilai secara objektif lihat omongan+tulisan+kelakuannya sehari-hari+Tanya temen2 deketnya,temen2 satu organisasinya+lebih ampuh tanya orangtuanya langsung.Makasih, wass

Firman Fakhri
17 November 2013

Jumat, 15 November 2013

Efektif dan Efisien


Sewaktu kelas manajemen proyek,dosen saya pernah bertanya pada mahasiswa, kalau kalian menjadi pelaksana proyek, mana yang kamu prioritaskan, “efektif” atau ‘’efisien”? kebetulan dari kami ada beberapa yang menjawab, “efisien”. Lalu dosen saya menjawab, “yakin? Kalau kalian memilih itu, maka kedepannya kalian bisa berpotensi menjadi koruptor-koruptor seperti sekarang yang banyak diberitakan di media massa itu”.saya terdiam sejenak, benar juga ya

Jawaban dari dosen saya itu seharusnya memberikan kita  penekanan penting untuk memahami arti dua kata itu, efektif dan efisien. Pertama efektif, menurut hemat saya,inti dari efektif adalah melakukan kegiatan secara  benar, dengan serangkaian cara-cara atau  yg akan memberikan hasil sesuai yang diinginkan, intinya sih, tepat sasaran dan membawa hasil.Lalu efisien,menurut hemat saya lagi,inti efisien adalah melakukan suatu kegiatan mencapai hasil sebanyak-banyaknya dengan waktu yang sesingkat-singkatnya dengan biaya yang seminim-minimnya. 

Jadi, apa yg akan terjadi kalau orang lebih memprioritaskan efisien dulu?ya itu seperti yang dibilang dosen saya,koruptor-koruptor yang diberitakan di media massa itu, yang penting hasil yang dicapai banyak,waktu ga terbuang, biaya yg dipakai sedikit,bodo amat bagaimanapun caranya, bodo amat hasilnya seperti apa, bodo amat hasilnya ga sesuai dengan standar kualitas ( yg penting keliatannya dari luar sudah oke), bodo amat apalah itu, yang penting efisien sesuai kepentingan dirinya sendiri.


Tentu saja efisien tidak salah dalam suatu kegiatan, malah harus kayanya, namun sebaiknya hal itu dilakukan kalau syarat “efektif” sudah terpenuhi.


Jadi kalau dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana caranya agar segala kegiatan kita efektif?,  ya harus tau ilmunya sesuai dengan kegiatannya,tau ilmunya dengan apa?tentunya dengan membaca, ngbrol2 dengan yg lain,mau menerima masukan orang lain,dll.Oh ya satu lagi yang penting jangan lupa ngaca ke diri sendiri, periksa apakah kelakuan kita sehari-hari lebih mementingkan efektif atau efisien dulu, jangan2 ternyata kelakuan kita ga berbeda jauh dengan kelakuan koruptor2 itu, hanya saja di ruang lingkup yg lebih kecil,belum membesar aja, tapi berpotensi.Jadi ingat selalu ngaca dulu biar ganteng dan cantik.

Firman fakhri
16 November 2013
© Free Like a Swallow 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis